Nama aslinya Bint asy-syati’ adalah Aisyah Abdurrahman. Bint asy-Syati’ sendiri merupakan nama pena yang ia gunakan untuk menulis. Ia dilahirkan disebelah barat Sungai Nil pada tanggal 6 november 1913 M/ 6 dzulhijjah 1331 H dan wafat pada bulan Desember 1998 M. Nama itu disandangkan kepadanya karena ia dilahirkan di tepian sungai Nil. Jadi, nama itu berarti anak perempuan tepian (sungai). Ia tumbuh kembang di tengah keluarga muslim yang shaleh dan taat mengamalkan ajaran Agama. Pendidikan dasar dan menengahnya ditempuh di kota kelahirannya. Adapun pendidikan tingginya diselesaikan di Universitass Fuad I, kairo.
Nama Bint’ asy-Syati’ mulai menjadi buah bibir karena studinya tentang sastra Arab dan tafsir Al-Qur’an. Pada tahun 1960-an ia kerap memberi ceramah keagamaan kepada para sarjana di Roma, Al-Jazair, Baghdad, New Delhi, Kuwait, Rabat, Khoartoum, Fez dan Yerussalem. Pada tahun 1970-an Bint Asy-syati’ dinobatkan sebagai guru besar sastra dan bahasa Arab pada Universitas ‘Ayn Syams, Mesir. Kadang-kadang ia juga diundang sebagai tamu sejumlah universitas terkemuka, seperti Universitas Umm Durman, Sudan; dan saat ini ia adalah guru Besar di Universitas Qarawiyyin, maroko.
Bint asy-Syati’ mencela kesibukan dengan mempelajari sastra dengan metode mu’allaqat (puisi-puisi pra-Islam yang mendapat penghargaan tertinggi. Sehingga digantungkan di dinding ka’bah), naqâidah (puisi-puisi yang berisi permusuhan dan kefanatikan), mufadhaliyat (puisi-puisi unggulan dalam berbagai festival pra-Islam), khamariyat (puisi anggur, yang berisi cinta dan kemabukan), hamasiyyat (puisi-puisi untuk membangkitkan semangat dalam peperangan), maratsi (berisi kesedihan dan kedukaan, misalnya kalah dalam peperangan), mada’ih (puji-pujian), ghazaliat (puisi cinta), rasa’il (antologi), amali (puisi-puisi yang di diktekan seorang penyair kepada muridnya) dan maqomat (puisi-puisi yang diperlihatkan kepada orang ramai).
Karya-karyanya yang telah dipublikasikan meliputi studinya mengenai Abu Al-‘Ala’ Al-ma’ari, Al-Khansa’, juga biografi ibunda Nabi SAW, istri-istri, anak-anak perempuannya, serta cucu dan buyut perempuannya, serta cucu dan buyut perempuannya.
At-Tafsir Al-Bayânî lî Al-Qur’ân Al-Karîm
At-Tafsir Al-Bayânî lî Al-Qur’ân Al-Karîm
Kitab At-Tafsir Al-Bayânî lî Al-Qur’ân Al-Karîm yaitu kitab tafsir yang dikarang oleh mufassir perempuan asal Mesir yaitu, Bint asy-Syati’. Kitab tafsirnya ini lahir sebagai langkah lanjut dari tawaran amin Al-Khulli.
Didalam tafsirnya Bint asy-Syati’ memusatkan perhatian pada kesusteraan Arab. Dalam pendahuluannya ia mengemukakan bahwa hal ini dilakukan untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan dunia sastra dan bahasa. Dikatakannya pula bahwa ia pernah menyampaikan kajian terhadap masalah tersebut diberbagai kongres internasional. Misalnya dalam kongres Oreantalin Internasional di Indonesia pada tahun 1964. Topik pembahasan yang disampaikan dalam bagian studi Islam adalah Musykilâtut Tarâduf al-Lughawi fi Dau’it Tafsîril Bayâni lil Qutr’ânil Karîm. Ia mengatakan “Dalam pembahasan tersebut dijelaskan bagaimana hasil penelitian cermat terhadap kamus lafadz-lafadz Qur’an dan dalâlah (penunjuk makna)-nya didalam konteksnya”.
Hasil penelitian itu mengungkapkan bahwa Qur’an menggunakan lafadz dengan dalalah tertentu yang tidak mungkin dapat diganti dengan lafadz lain yang mempunyai makna sama seperti diterangkan oleh kamus-kamus bahasa dan kitab-kitab tafsir, baik jumlah lafadz yang dikatakan sebagai mufradat (sinonim) itu sedikit maupun banyak.
Dalam tafsirnya ia mencoba mengembangkan tafsir Al-Qur’an dengan empat prinsip. Pertama menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, yang berpegang pada prinsip al-Qur’ân yufassiru ba’duhu ba’dan, kedua prinsip munâsabah antar ayat maupun antar surat. Ketiga, ibrah itu hanya memuat pada bunyi teks, bukan denga asbâb an-Nuzûl (al-ibrah bi ‘umûm al-lafdzi lâ bi khusûs al-sabab). Keempat, prinsip bahwa kata-kata dalam al-Qur’an tidak ada sinonim.
At-Tafsir Al-Bayânî lî Al-Qur’ân Al-Karîm terdiri dari dua jilid yang terdiri dari 14 surat-surat pendek dan masing-masing jilid terdapat 7 surat pendek, jilid pertama dicetak pada tahun 1962 dan di cetak ulang pada tahun 1966 dan tahun 1968. Sedangkan jilid kedua dicetak pada tahun 1969 dan mendapat sambutan yang sangat luat biasa. Jilid pertama terdiri dari surat adh-Dhuha, surat al-Insyirah, surat adz-Dzilzal, surat al-‘Âdiyat, surat an-nâzi’at, surat al-Balad dan at-takâtsur. Sedangkan jilid dua terdiri dari surat al-‘alaq, Al-Ma’un, al-Humazah, Fajr, al-Lail, al-‘Asr, Qalam. Dalam Tafsirnya ia hanya memusatkan pada surat-surat pendek dengan memperhatikan kesatuan tema, sebagian besar adalah surat-surat makkiyyah, yang menaruh perhatian besar terhadap dasar-dasar dakwah Islam.
Dalam pendahuluannya ia mengatakan bahwa penafsiran ini hannyalah sekedar usaha untuk menafsirkan surat-surat pendek secara bayani dan mukjizatnya yang kekal. Ia berusaha memurnikan pemahaman nash Qur’ani dengan menampakan bahasa Arab berikut tempramennya, mengenali setiap lafalnya serta setiap gerakan dan uslub al-Qur’an.
Karya Bint-Asy-Syati’
Karya Bint-Asy-Syati’
Diantar buku-buku lain yang telah dipublikasikan adalah:
1. Al-Hayâh Al-Insâniyah ‘inda Abî Al-‘Alâ
2. Rîsâlâh Al-Ghufrân lî Abî Al-A’lâ
3. Al-Ghufrân lî Abî Al-A’lâ Al-Mâ’ârrî
4. Ardh Al-Mu’jîzât
5. Nîsâ Al-Nâbîy
6. Umm An-Nâbîy
7. Bânât An-Nâbîy
8. Sukâynâh bînt Al-Husâyn
9. Bâthâlât Al-Kârbâlâ
10. Al-Khânsâ
11. Al-Mâfhum Al-Islâm lî Tâhrîr Al-Mâr’âh
12. A’dhâ Al-Bâsyâr
Adapun karya-karyanya yang berkaitan dengan kajian-kajian al-Qur’an adalah sebagai berikut :
1. Al-Tâfsîr Al-Bâyânîy lî Al-Qur’ân Al-Kârîm,Vol 1
2. Al-Tâfsîr Al-Bâyânîy lî Al-Qur’ân Al-Kârîm,Vol II
3. Kîtâbunâ Al-Akbâr
4. Mâqâl fî Al-Insân
5. Al-Qur’ân wâ Al-Tâfsîr Al-Asyrî
6. Al-I’jâz Al-Bâyânî lî Al-Qur’ân
7. Al-Syâkhshîyyâh Al-Islâmîyâh
Metode dan Penafsiran
Dalam muqaddimah tafsirnya ia mengungkapkan tentang metode tanâwul maudhu’i (tematis) sebagai pisau analisanya dan ia hanya memusatkan pada surat-surat pendek dengan memperhatikan kesatuan tema, sebagian besar adalah surat-surat makkiyyah, yang menaruh perhatian besar terhadap dasar-dasar dakwah Islam.
Corak Penafsiraan
Corak Penafsiraan
Adapun corak tafsir al-Bayan Li al-Qur’an al-Karim yaitu bayani, yaitu menjelaskan makna al-Qur;an dari kata al-Qur’an lain, yang akhirnya mengatakan bahwa kata dalam al-Qur’an tidak sama. Contoh kata “an-Nisa” tidak sama dengan “mar’ah”
Tafsir yang memakai corak bayani dikatakan belum sempurna karena hanya mencakup pada satu aspek saja, yaitu bahasa.
Langkah-langkah menafsirkan dengan bayani yaitu:
1. Memiliki kesatuan tema
2. Diturunkan menurut turunnya ayat
3. Dikaitkan dengan ilmu-ilmu al-Qur’an
4. Dikaitkan dengan pengetahuan umum
5. Mengkaji nash al-Qur’an dengan mufradatnya dari segi bahasa, dan penggunaan mufradat sesuai dengan tempatnya
6. Mengkaji nash al-Qur’an dengan susunannya dari segi balaghah, nahwu dan kesusteraan.
Sumber Penafsiran
Sumber Penafsiran
Sumber penafsiran yang digunakan Bint Asy-Syati’ dalam kitab tafsirnya Al-Tafsir Al-Bayani li Al-Qur’anu Al-Karim, yaitu bilma’tsur. Hal ini terlihat dalam tafsirnya bahwa sebagian ayat Al-Qur’an ditafsirkan dengan ayat lain dan tidak jarang ia menafsirkan sebuah ayat dengan pendapat-pendapat para sahabat.
Prinsip bahwa sebagian ayat Al-Qur’an menafsirkan ayat yang lain dalam prakteknya mempunyai prosedur yang bisa mudah dan bisa pula rumit.
Langkah pertama dalam memakai sumber ini adalah dengan mengumpulkan kata dan penggunaanya di dalam Al-Qur’an untuk mengetahui penjelasan apa saja yang terkait dengan kata yang ingin ditafsirkan. Contoh kata basyar memberi arti sebagai berikut: kata basyar ini digunakan untuk manusia siapa saja atau semua manusia, baik Nabi maupun orang-orang kafir. Pengertian basyar terlihat dalam surat Al-Anbiya:8, bahwa basyar, tubuh materi atau jasad yang perlu dan butuh makan.
Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.
bahwa basyar adalah jasad yang butuh makan diperkuat dalam Al-Furqon ayat:7
Dan mereka berkata: "Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama- sama dengan dia?,
Dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha melihat.
Dengan membaca beberapa ayat dapat terlihat penjelasan mengenai makna basyar.
Karakteristik Penafsiran
Karakteristik Penafsiran
Pencapaian prestasi Bint asy-Syati’ tidak bisa terlepas dari sosok Amin Al-Khulli, guru sekaligus suaminya. Bahkan ia mengakui bahwa penafsiran yang digunakannya terilhami dari Al-Khulli. Berikut prinsip-prinsip Bint Asy-Syati’ dalam menafsirkan Al-Qur’an.
1. Prinsip “sebagian ayat Al-Qur’an menafsiri sebagian yang lain”. Bertumpu pada prinsip ini, ia tekun melacak makna suatu ayat dalam ayat-ayat lain.
2. Prinsip munasabah. Artinya, mengaitkan kata atau ayat dengan kata atau ayat-ayat yang didekatnya bahkan sangat mungkin dengan kata atau ayat yang jauh dari kata atau ayat yang sedang ditafsirkan.
3. Prinsip al-‘ibratu bi ‘umûm Al-Lafz lâ bi khusûs as-sabab. Artinya, pertimbanghan dalam menentukan suatu masalah berdasarkan pada redaksi dalil (Al-Qur’an dan hadits) yang berlaku umum, bukan berdasar atas sebab khusus lahirnya dalil tersebut.
4. Prinsip bahwa setiap kata dalam bahasa Arab Al-Qur’an tidak mengandung sinonimitas (mutarâdif). Satu kata hanya mempunyai satu makna. Seandainya ada orang yang mencoba menggantikan suatu kata dari Al-Qur’an dengan kata lain, maka Al-Qur’an bisa kehilangan efektifitas, ketepatan, esensi dan keindahannya. Tidak ada satu katapun dalam Al-Qur’an yang bisa ditukar dengan kata lain.
Selain itu yang menjadi dasar prinsipnya adalah bahwa al-Qur’an harus dipelajari dan dipahami dalam keseluruhannya sebagai suatu kesatuan dengan karakteristik-karakteristik ungkapan dan gaya bahasa khas. Dan yang menjadi dasar pula adalah penerimaan atas keterangan sejarah mengenai kandungan al-Qur’an tanpa menghilangkan keabadian nilainya.
Temuan penting lain dari penerapan tafsir Bintu asy-Syathi’ seperti dikemukakan diatas yakni bahwa kata-kata kerja dalam deskripsi-deskripsi al-Qur’an disekitar peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari kiamat, baik dalam bentuk pasif (majhul) ataupun lainnya, tindakan pada kata-kata kerja tersebut dinisbahkan bukan kepada pelaku aktualnya, dengan menggunakan bentuk-bentuk VII dan VIII (muthawa’ah) dan dengan penyifatan metonimik (isnad majazi). Misalnya dalam QS 99 : 1
“ketika bumi digoncangkan dengan guncangan yang dahsyat”
Kata “zulzilat” adalah pasif.
Sedangkan dalam QS 52 : 9- 10
“Pada hari ketika langit benar-benar berguncang. Dan gunung benar-benar akan berjalan”
Kata “tamurru” dan “tasiru” merupakan kata-kata kerja yang disifatkan kepada langit dan gunung-gunung secara berurutan.
Bentuk kata kerja pasif mengkonsentrasikan perhatian pada peristiwa dan mengabaikan sang pelaku aktual, bentuk VII dan bentuk VIII secara kuat menunjukan ketundukan ketika peristiwa berlangsung, dan penyifatan metonimik memberikan peristiwa semacam kepastian bahwa tidak ada kebutuhan mencacat seorang pelaku, tindakan dan yang terkena tindakan, sebab semuanya telah digambarkan secara tegas dalam peristiwa itu sekaligus.
DesaQ, 21 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar