Sebuah matan hadits yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW disihir, mengakibatkan banyak pertanyaan, Apakah benar Nabi Muhammad sebagai Nabi yang ma'shum bisa terkena sihir???Apakah benar Nabi yang tiap harinya penuh dengan mengerjakan ibadah bisa terkena sihir??
untuk membahas matan hadits tersebut, penulis akan mengurai sedikit pendahuluan mengenai matan hadits yang bertentangan dengan dengan akal manusia.
Teks matan hadits bertebaran dalam kitab-kitab hadits, tidak
semuanya aman dikonsumsi oleh umat Islam, banyak di antaranya yang
membahayakan, apalagi jika teks matan itu terkait dengan masalah ibadah atau
praktek ajaran Islam secara umum.
Apa yang dianggap datang dari Nabi Muhammad ternyata belum tentu
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Semua ini dilatar belakangi oleh
kenyataan bahwa validitas sebuah hadits sangat tergantung pada integritas
seorang perawi.
Tepat kiranya bila dikatakan bahwa “keshahihan sanad belum tentu
diikuti oleh keshahihan matan”. Apabila materi hadits bertentangan secara tegas
dengan maksud al-Qur’an, di mana tidak mungkin dipahami dengan metode kompromi
(jama’) dan sebagainya, maka besar kemungkinan hadits itu dho’if. Akan tetapi,
tidak mudah untuk memvonis seperti itu, sebab kontroversial antara hadits dan
al-Qur’an terkadang hanya berangkat dari ketidak tahuan seseorang dalam
memahami maksud hadits tersebut. Sebagai contoh hadits yang akan penulis bahas dalam blog ini.
Cekidoot... :)
"Telah
bercerita kepada kami Ibrahim bin Musa telah mengabarkan kepada kami ‘Isa dari
Hisyam dari bapaknya dari ‘Aisyah Radhiallahu‘anha berkata, ”Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam telah disihir.”Dan
berkata Al-Laits, ”Hisyam menulis surat kepadaku bahwa dia mendengarnya, dia
anggap dari bapaknya dari ‘Aisyah radliallahu ‘anhuma berkata:
”Nabi
shallaallahu ‘alaihi wasallam telah disihir hingga
terbayang oleh beliau seolah-olah berbuat sesuatu padahal tidak. Hingga pada
suatu hari Beliau memanggil-manggil kemudian berkata:”Apakah kamu menyadari
bahwa Allah telah memutuskan tentang kesembuhanku?, Telah datang kepadaku dua
orang, satu di antaranya duduk dekat
kepalaku dan yang satu lagi duduk di dekat kakiku. Yang satu bertanya kepada
yang lainnya, ”Sakit apa orang ini?”. Yang lain menjawab, ”Kena sihir”. Yang
satu bertanya lagi, ”Siapa yang menyihirnya?”. Yang lain menjawab, ”Labid bin
Al A’sham.”Yang satu bertanya lagi.”Dengan cara apa?”. Dijawab, ”Dengan cara
melalui sisir, rambut yang rontok saat
disisir dan putik kembang kurma jantan”. Yang satu lagi, ”Sekarang sihir itu
diletakkan dimana?”. Yang lain menjawab, ”Di sumur Dzarwan”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pergi
mendatangi tempat tersebut kemudian kembali dan berkata kepada ‘Aisyah setelah
kembali, ”Putik kurmannya bagaikan kepala-kepala syetan. ”Aku bertanya, ”Apakah
telah baginda keluarkan’. Beliau berkata:”Tidak, karena Allah telah menyembuhkan aku. Namun aku khawatir bekasnya itu dapat
mempengaruhi manusia maka sumur itu aku urug (timbun).
Penjelasan Hadits
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa setelah perjanjian
Hudaibiyah ada seorang laki-laki yang bernama Labid bin al-A’sham telah
menyihir Rasulullah SAW. Ia memasang sihir atau sesuatu yang biasa digunakan
untuk menyisir rambut. Kemudian ia mengikatnya dengan tali dan meludahinya,
kemudian ia memasukkannya ke dalam sumur. Riwayat-riwayat itu menceritakan
bahwa Rasulullah SAW berada dalam pengaruh sihir ini selama beberapa hari.
Beliau selalu dibayang-bayangi oleh kesedihan, kesusahan dan kegelisahan. Beliau selalu
memperbanyak doa disebabkan kegalauan jiwa.
Riwayat-riwayat itu menceritakan bahwa Labid bin al-A’sham yang
melepaskan serangan-serangan itu sehingga tiba-tiba Rasulullah SAW berada dalam
keadaan lemah yakni mengalami lupa berat. Sampai-sampai beliau mengira telah
melakukan sesuatu padahal tidak. Setahu beliau menganggap beliau sedang
mendatangi isteri-isteri beliau padahal sebenarnya tidak. Sesungguhnya
kebiasaan beliau yaitu mendatangi isteri-isteri beliau satu persatu pada setiap
sore untuk mengecek keadaan-keadaan mereka, hingga beliau sampai di rumah
isteri yang memperoleh giliran untuk beliau bermalam. Ketika mencapai puncaknya,
Allah SWT. mengemukakan kepada beliau dengan perantaraan mimpi yang benar
mengenai perbuatan yang keji ini (sihir)
Akan tetapi
harus diketahaui bahwa sihir tak jauh berbeda dengan penyakit. Sebagaimana
penyakit dan sihir dapat menimpa seorang manusia, begitu pula seorang Nabi, betapun
mulia kedudukannya dapat tertimpa penyakit dan sihir, karena setiap Nabi juga memiliki sifat-sifat
kemanusiaan. Perbedaannya adalah penyakit dan sihir yang menimpa Nabi adalah
penyakit dan sihir yang tidak menghambat tugasnya dalam menyampaikan Risalah Tuhannya.
Dan sihir yang
menimpah Nabi SAW hanya berdampak pada jasmani saja dan tidak sampai
mempengaruhi akal. Nabi SAW masih sadar dengan apa yang beliau ucapkan.
Sehingga hal tersebut tidak mengganggu tugas beliau sebagai penyampai Risalah.
Hukum Hadits Dari Segi Sanad
Dari rantaian sanad yang telah dipaparkan dalam teks hadits, penilaian
jarh wa at-ta’dil para perawi, yaitu:
Ø ‘Aisyah bint
Abu Bakar
menurut Ibn Hajar :
Sahabat”Tsiqoh”
Menurut Ibn Hatim :
Tsiqoh
Ø ‘Urwah ibn
Zubair ibn al-‘Awam
menurut Ibn Hajar :
Tsiqoh
menurut muhammad ibn sa’ad :
Tsiqoh
Ø Hisyam ibn
‘Urwah ibn Zubair
menurut Ibn Hajar :
Tsiqoh faqih
menurut Ya’qub ibn Syaibah :
Tsiqoh tsabat
Ø ‘Isa ibn Yunus
ibn Abi Ishaq as-Sabi’i
menurut Ibn Hajar :
Tsiqoh Ma’mun
menurut hambal ibn Ishaq :
Tsiqoh
Ø Ibrahim Ibn
Musa ibn Yazid ibn Zadan
menurut Ibn Hajar :
Tsiqoh Hafidz
menurut imam Nasa’i :
Tsiqoh
Apabila melihat jarh wa at-ta’dil para perawi, maka dapat
disimpulkan bahwa hadits tersebut jika dinilai dari segi sanad, yaitu:
Shahih.
Hukum Hadits Dari Segi Matan Beserta Kontradiksinya
1.
Kelompok pro
Sebagian kelompok
mengatakan ada 2 sisi yang yang harus diperhatikan dalam hadits ini.
Pertama: harus diketahui bahwa sihir yang mengenai Rasulullah
SAW tidak ada pengaruhnya terhadap otak dan pikiran Rasulullah SAW, tetapi
hanya mengenai badan saja, karena beliau hanya terbayang bisa menggauli
istrinya, tetapi kenyataannya tidak
bisa. Ini
menunjukkan bahwa sihir tersebut hanya berpengaruh pada kekuatan seks Rasulullah
SAW, dan tidak berpengaruh kepada otak atau pikiran beliau. Keadaan seperti ini
sama dengan keadaan orang yang terkena sakit demam, pilek, masuk angin atau
penyakit-penyakit lainnya. Berkata Ibrahim al-Baijuri
dalam” Tuhfatul Murid Syarah Jauhar
Tauhid” hal 153: ”Bahwa
para Rasul
boleh bagi mereka makan, bersenggama, dan seluruh kekurangan yang menimpa seluruh
manusia yang –notabenenya– tidak mengurangi martabat mereka sebagai Nabi, seperti sakit dan pingsan. Al
Balqini dan Abu Hamid
telah menulis hal ini secara ringkas, bahwasanya Rasulullah SAW pernah pingsan
ketika sakit pada hari kematiannya, sebagaimana yang tersebut dalam hadist shahih. Adapun sakit yang
menyebabkan berkuranganya martabat kenabian, seperti gila, baik
sebentar maupun lama, begitu
juga; kusta, lepra,b uta, dan
hal-hal lain yang orang lain akan menjauhinya jika tertimpa penyakit tersebut.”
Kedua : Allah menjaga Nabi Muhammad yang tertera dalam
surah al-Maidah: 67
Allah lah yang akan menjaga kamu
(Muhammad) dari manusia…(QS Al-Maidah
Ayat 67 )
Maksudnya yaitu bahwa Allah SWT akan menjaga Rasulullah SAW
dari manusia yang ingin membunuhnya. Dan ayat di atas tidaklah bersifat umum, karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Rasulullah
SAW pernah mengalami luka-luka pada perang Uhud, bahkan salah satu giginya rontok akibat
serangan dari orang-orang kafir.
Ibnu al-Qayyim Rahimahullah ketika menjelaskan
kedudukan hadits tersebut, ia mengatakan:
“Hadits ini Tsabit (Shahih) menurut para ahli ilmu
dalam bidang hadits, mereka telah
menerimanya dan tidak berselisih tentang keshahihannya. walaupun banyak
kalangan ahli kalam dan selainnya yang membantahnya, mengingkari dengan keras
bahkan menganggapnya dusta, sebagian mereka ada yang menulis karangan khusus
tentang hal ini dan menuduh Hisyam (bin Urwah) sebagai penyebab (lemahnya). Dan
yang maksimal (cercaan terhadap Hisyam bahwa mereka) menuduh Hisyam telah
keliru dan tersamarkan hadits ini atasnya,
padahal sedikitpun dirinya tidak demikian. Lalu (mereka) berkata: ”Karena
Nabi SAW tidak mungkin terkena sihir, sebab hal itu akan membenarkan perkataan
kaum kuffar:
“Tidaklah Kalian mengiktui
kecuali seorang yang tersihir” (Q.S Al Furqon :8)
Mereka juga mengatakan: ”para Nabi tidak
mungkin di sihir, sebab yang demikian
itu meniadakan pemeliharaan Allah SWT terhadapnya dan menjaganya dari para
Syaitan”.
Semua yang mereka katakan
tersebut tertolak menurut ahli ilmu. Sesungguhnya Hisyam termasuk perawi yang paling tsiqah dan berilmu, tidak
seorangpun dari kalangan Imam mencela-nya yang mengakibatkan tertolaknya hadits
(yang diriwayatkannya). Telah diriwayatkan pula dari selain Hisyam
Radhiallahuanhu dari ‘Aisyah radhiallahuanha dan telah sepakat pemilik dua shahih
(Bukhari dan Muslim) dalam menshahihkan hadits ini tidak seorangpun dari
kalangan ahli hadits dan fiqih yang menolaknya. Kisah ini Masyhur bagi ahli
tafsir, sunan, hadits, sejarah dan fuqaha’. Mereka lebih alim tentang keadaan
Rasulullah SAW dan kesahariannya daripada ahli kalam . (at-Tafsir al Qayyim
:5/406-407)
Selain itu, hadits Nabi disihir juga merupakan asbab an-Nuzul surah al-Falaq
dan an-Nas.
“Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah
pernah mengalami sakit parah. Maka datanglah kepada beliau dua malaikat, yang satu duduk di sebelah kepala beliau dan
yang sebelah lagi duduk di sebelah kaki beliau. Berkatalah malaikat yang duduk di
sebelah kaki beliau: “Apa yang engkau lihat?” ia menjawab: “beliau terkena
guna-guna”. Dia bertanya lagi: “Apa guna-guna itu?” ia menjawab: “guna-guna itu
sihir!” Dia bertanya lagi: “Siapa yang membuat sihirnya?” ia menjawab: “Labid
ibn al-‘Asham, yang sihirnya berupa
gulungan yang disimpan didalam sumur keluarga si anu dibawah batu besar.
Datanglah kesumur itu, timbalah airnya dan angkat batunya, kemudian ambilah
gulungannya dan bakarlah.” Pada pagi harinya Rassulullah mengutus Ammar ibn
Yasir dan kawan-kawannya. Setibanya di sumur itu, tampaklah airnya merah
seperti air pacar. Air itu ditimbanya dan diangkat batunya serta dikeluarkan
gulungnnya kemudian dibakar. Ternyata di dalam gulungan itu ada tali yang
terdiri sebelas simpul. Kedua surah ini (al-Falaq dan an-Nas) turun berkenaan
dengan peristiwa tersebut. Setiap kali membacakan satu ayat, maka terbukalah simpulnya.
2.
Kelompok kontra
Seandainya kita menerima riwayat tersebut secara leterlek, pasti
akan tampak bagi kita bahwa sosok Rasulullah SAW yang penuh berkat itu sangat
lemah derajatnya sehingga memungkinkan orang-orang untuk mengatakan bahwa
setiap orang jahat yang memusuhi beliau bisa menguasai beliau s.a.w. dan
mengatur-atur beliau sekehendak hatinya melalui perantaraan sihir. Buktinya, musuh-musuh yang memiliki kekuatan mampu
menguasai hati beliau yang suci dan kecerdasan beliau yang cemerlang dengan
cara menenung dan menyihir beliau sehingga
Nabi SAW tidak berdaya dan hilang akal di hadapan sihir-sihir mereka.
Adapun Rasulullah SAW adalah insan yang berhati suci yang
memperlihatkan kebesaran Allah Ta’ala. Beliau memiliki derajat yang sangat kuat
sehingga beliau mampu memikul firman (Allah) yang maha berat. Dan itulah amanat
yang tidak sanggup dipikul oleh langit dan bumi. Ketawakalan dan ketauhidan
beliau melampaui derajat yang sangat tinggi.
‘Allaamah Az-Zurqoni dalam syarahnya menukil perkataan Imam Ar-Razi
demikian: ”Pengaruh sihir tidak akan ada kecuali bagi orang-orang fasiq. Oleh karena itu, berprasangka bahwa Rasulullah SAW
telah tertimpa sihir adalah ocehan yang tertolak dan tidak masuk akal serta
ditolak oleh akal sehat. Adapun memohon bantuan syaithan untuk menentang
seorang Rasul pun merupakan perkara yang tertolak dan tidak bisa diterima.
Apalagi sosok Rasulullah SAW yang telah mengalahkan kekuatan syaithan melalui
mukjizat belau sehingga syaithan yang ada pada beliau telah menjadi muslim.
Tidak diragukan bahwa Rasulullah SAW adalah Rasul terbaik. Dan
tidak akan ada seorangpun yang mampu menghancurkan kekuatan thaghut seperti
yang dilakukan kepada Rasulullah SAW jadi tidak pantas serta tidak layak bahkan
tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa beliau suatu hari pernah terkena
hantaman sihir syaithan yang didatangkan oleh orang Yahudi yang hina itu. Tidak
mungkin seorang makhluk Allah yang termulia terpengaruh oleh pekerjaan kotor
ini. Cerita-cerita ini tidak lain melainkan pikiran-pikiran kotor yang
bertentangan dengan akal manusia.
Dari ketangan di atas dapat penulis simpulkan bahwa hadits yang
diriwayatkan dari ummul mu’min Sayyidina Aisyah ini dari segi sanad perawinya
shahih, sedangkan dari segi matannya juga terbilang shahih, dikarenakan
Nabi Muhammad saw adalah seorang manusia
biasa yang bisa terkena sihir, dan yang dimaksud sihir disini adalah sebuah
penyakit jasmani yang layak dialami oleh semua insan, sehingga tidak ada
indikasi terhambatnya risalah Rasul saw. akan tetapi banyak juga pendapat yang
menyatakan bahwa matan dari hadits ini berstatus “Dhaif”.
"Di Kesunyian Malam", 21 Agustus 2012